Selamat datang di Blog Gw...

Sunday, April 22, 2007

Rahasia Hati (1)

Aku tak pernah tahu lagi apa yang sedang terjadi dengan diri ini. Semuanya berjalan begitu cepat. Sesuatu yang tadinya masih bisa aku lihat secara gamblang, kini menjadi tak terlihat sama sekali. Segala keburukan itu telah beralih menjadi sebuah kebaikan semu yang tak ada artinya. Keburukan itu kini yang telah menjadi pilihan utama semua insan demi memenuhi setiap keinginan busuknya, termasuk diri ini.

Mereka tak pernah lagi mengenal kata “berdosa” atas kesalahan yang dibuatnya. Kita bahkan seringkali mengaburkan pengertian baik dan buruk hanya untuk memudahkan jalan kita dalam mencapai sesuatu yang kita inginkan. Kenapa demikian? Semuanya hanya karena nafsu yang menguasai manusia begitu besar. Banyak kebohongan dan keburukan yang terjadi dimana-mana, pun begitu tidak sedikit pula kebaikan yang ada, namun yang kuherankan, mengapa kebaikan itu tidak mampu menutupi setumpuk kebusukan hati manusia?

Benarkah dunia ini sudah tidak menghargai kebaikan? Benarkah kebobrokan dan kebusukan hati manusia sudah mengalahkan segalanya. Kebaikan terkadang hanya ditafsirkan separuh-separuh demi sesuatu hal yang menurutnya saja yang benar. Tak peduli menurut orang lain salah ataukah benar.

Apa sebenarnya yang dicari oleh setiap insan yang ada didunia ini. Kedudukankah? Materikah? Insan yang mampu memberikan kasih sayang kah? Toh semuanya hanya bisa bertahan sementara. Kedudukan dan materi akan hilang dengan sendirinya. Begitu juga dengan apa yang kita sebut kasih sayang. Karena apa? Segala sesuatu terjadi karena adanya hukum sebab akibat, ada yang datang karena sebab, dan akan ada yang pergi karena akibat.

Mungkin sebuah kebaikan bukan lagi hal penting dalam kehidupan ini. Yang ada adalah nafsu keserakahan manusia dalam menjalani setiap langkah kehidupan. Kebusukan yang dibungkus dengan sejuta wewangian yang seolah menghadirkan semerbak wangi bunga setaman, tapi toh tetap, sejuta wangi taman itu tak kan mampu menipu diriku yang sudah tak mau mempercayai jalan kehidupan yang berpura-pura.

Bagiku busuk tetaplah busuk. Bagiku hina akan selalu hina, sebab dimataku semuanya tak jauh berbeda dengan sekeranjang sampah yang berserakan di jalan kehidupan manusia yang maya, selama manusia tetap memilih jalan kesesatan dalam menempuh kehidupannya.

Kawan…

Kuakui memang jalanku tak sempurna saat ini. Tapi aku masih punya hati untuk bisa menerima semua uluran tangan kebaikan yang murni sebuah kebaikan, bukan sebuah kepura-puraan yang dibungkus kebaikan padahal menyelipkan pisau tajam yang siap merobek hati dan perasaanku.

Keputus asaan yang membawaku bersikap dingin dengan apa yang sedang terjadi. Aku berusaha menyelami dasar sungai kehidupan yang sedang kujalani, tapi aku tak mampu bernafas panjang didalamnya. Dia begitu sesak meski memberikanku ketenangan dan kedamaian. Tapi semuanya hanya sesaat. Aku yang terkadang terpaksa harus kembali ke daratan untuk menghirup udara itu lagi.

Aku tak mampu menjalani kehidupan diatas dua alam sekaligus. Karena aku hanya manusia. Tapi akupun tidak mampu memilih kehidupan yang ingin aku jalani. Ada semacam perasaan bersalah dan berdosa yang selalu menaiki pundaku sehingga beban ini semakin bertambah berat. Berat sekali.

Hidup tak menentu dengan jalan fikiran yang telah kacau balau. Segala hal yang sedang kualami telah kabur dengan sendirinya. Pengertian yang dulu bertolak belakang secara tiba-tiba menjadi samar dan seolah sama. Aku tak mengerti dengan semuanya. Aku dibingungkan dengan semua kenyataan yang sungguh sulit untuk kuhadapi. Kenyataan yang tak kan pernah seorang pun didunia ini menginginkannya. Tak kan pernah ada, kecuali mungkin manusia yang sudah lupa akan siapa dirinya dihadapan sang pencipta.

Kawan…

Kadang aku berjalan dalam kesendirianku. Aku mencoba menapaki selangkah demi selangkah jalan kehidupanku meski kutahu semuanya hanya bayangan semu. Tak ada yang bisa membuatku bergeming dengan semuanya. Entah apa yang sedang aku cari saat ini. Aku bingung dan tak tahu harus bagaimana. Kebimbangan semakin menguasai jalan fikiranku saat ini. Keputusasaan, kebimbangan dan keraguan akan hidup ini, membuat aku selalu berfikir keras untuk mencari jawaban atas pertanyaan besar dalam hidup ini.

Tak ada yang mampu mengerti dengan semuanya. Karena mereka terlalu egois dengan dirinya sendiri. Kebaikan yang datang menyapaku, hanyalah sebuah hiasan kata-kata yang mereka sendiripun tidak pernah sebaik kata-kata itu. Mereka menebarkan kebaikan padahal dirinya sendiri jauh dari kebaikan itu sendiri. Semuanya hanyalah kebohongan dan kepura-puraan yang nyata.

Sering kali aku berjalan dibawah keremangan malam jalan hidupku mencoba menemukan sesuatu yang hilang dalam diriku. Sesuatu yang telah direbut secara paksa dari diriku saat itu. Aku berusaha menemukannya tapi entah dimana harus kucari. Jalan itu telah sirna. Arah itu semakin kabur setiap kali aku berusaha mendekatinya. Cahaya itu seolah menjadi sangat jauh untukku bisa menggapinya lagi. Aku takut dan bimbang. Apakah aku masih berkesempatan menemukan sesuatu yang hilang itu. Apakah aku masih bisa menemukan cahaya itu untuk kedua kalinya, setelah dengan keegoan dan nafsu keserakahanku, aku meninggalkannya entah dimana.

Kawan…

Ketika malam datang menjemput siang, sering kali aku menantikan bias kenangan kehidupanku yang dulu. Aku menatap kelamnya malam ditaburi sejuta cahaya bintang, berharap salah satu dari cahaya bintang itu adalah sesuatu yang kucari. Tak pernah habis aku berfikir dan merenungi sejuta penyesalan atas jalanku yang salah saat ini. Kebodohan dan kedunguanku membuat aku terdampar disebuah pulau kehidupan yang gersang dan penuh dengan pengkhiatan akan janji kehidupan. Tanah subur yang dahulu ditawarkan kepadaku, air terjun kehidupan yang dulu menyejukan serta suara indahnya kicau burung maya, indahnya warna kelopak bunga setaman yang dulu, kini tak seindah pertama kali aku mendatanginya. Mereka gersang dan kering. Tak ada lagi kesejukan dan kehangatan yang kurasakan.

Aku ingin pulang tapi tak pernah tahu harus berjalan kemana. Kakiku sudah terlampau letih emngitari setiap sudut pulau kehidupan yang penuh dengan kebusukan. Jiwaku sudah kering dengan semua kebaikan yang aku tebarkan, namun malah berbuah maja, pahitnya mencekik leherku yang semakin mengecil. Aku tak berdaya. Aku tak bisa lagi berbuat banyak. Diamku adalah penyesalan terdalam atas semua yang telah terjadi. Kehidupan yang dulu aku banggakan diatas puncak istana yang penuh dengan penjaga dan kenikmatan, harus rela kutukar dengan penderitaan yang berkepanjangan, hanya karena kebodohan dan kedunguanku dalam memilih jalan hidup.

Berfikir masih ada kesempatan kedua membuat mataku buta dengan segalanya. Menganggap segalanya mudah dan terkendali membuatku lengah akan ancaman yang menyerangku tiba-tiba. Musuh yang berpura-pura baik, menikamku dari belakang dengan pisau yang telah dilumuri racun dunia yang begitu pahit. Aku merintih dalam ketidakberdayaanku, menunggu saat itu tiba dengan sejuta penyesalan yang tak ada artinya.

Darah yang keluar bukanlah merah melainkan hitam dan kental. Ia tidak mengalir namun justru membeku dalam bekas sayatan pisau itu. Ia seolah menertawakanku atas kemenangannya menjemputku ke dalam perangkap iblisnya. Aku terdiam dalam kegusaran atas kebodohan ini. Aku menyesali semua yang kuhadapi diatas rintihan yang tak berguna ini.

Hatiku telah diracuni sejak pertama aku meninggalkan istanaku. Kini hatiku tidak bisa berbuat banyak menghadapi keadaan yang tak pernah kuharapkan. Aku begitu bodoh, begitu tolol dan dungu. Mengharap sejuta kenikmatan atas kebohongan dunia yang ditawarkan. Padahal aku tahu dan menyadari semuanya.

Kawan…

Kepada angin aku sering menitipkan salam kerinduan akan kehidupanku yang dahulu. Berharap dia mendengarkannya dan mau menjemputku kembali keharibaannya. Aku sudah tak tahan dengan semuanya. Aku berharap semuanya akan segera berakhir, meski mungkin kematian adalah hal terbaik. Aku malu dengan semua kehidupan yang telah aku tinggalkan. Yang tak pernah aku hiraukan sama sekali, padahal dia memberikanku kehidupan layaknya diistana. Segala kebaikan dan keindahan ditawarkan kepadaku, tapi sekarang…aku hanya bersembunyi dibawah gubug tua dan reyot.

Kawan…

Tak ada yang ikhlas didunia ini dalam memberi dan menerima. Itulah yang aku lihat beberapa tahun terakhir. Kebaikan yang bercampur dengan maksud tertentu seringkali terlontarkan dalam setiap gerak kehidupan manusia, entah itu tersembunyi ataupun terang-terangan. Hidup seolah tidak ada artinya sama sekali. Keserakahan semakin merajai setiap sudut kehidupan yang ada. Sangat sulit mencari kebaikan yang hakiki, pun ada, tak banyak bisa kita jumpai. Satu dari semilyar manusia yang ada. Entah pertanda apakah gerangan. Kebencian, kemunafikan dan semua kebusukan manusia satu-persatu bermunculan mencuat ke permukaan. Ia menghantarkan semerbak bau busuk yang menyengat. Tapi entah kenapa, seolah manusia senang mencium wanginya. Aku tak mengerti. Aku kadang tak pernah habis fikir dengan semuanya.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home