Selamat datang di Blog Gw...

Sunday, April 22, 2007

Rahasia Hati (5)

Kawan...

Pernahkan engaku tersenyum tapi hatimu sakit terasa? Pernahkah engkau bahagia namun jiwamu tersiksa karena penjara hidup yang tak kunjung memberi kebebasan kepadamu? Pernahkah engkau mengalami hal yang tak pernah seirama dengan hatimu namun engkau masih bisa tersenyum manis meski pahit sekali di dadamu.

Ada kebimbangan besar dalam hidup yang sedang dijalani ini. Betapa berat cobaan yang harus ku arungi sendiri. Sampai aku tak mampu meminta pertolongan kepada siapapun demi bisa bangkit dari semuanya. Pengorbanan akan seorang yang aku sayangi adalah hal yang sangat menyakitkan dalam hati ini. Tapi bagaimanapun aku harus bisa tetap bertahan meski tanpanya. Aku tidak boleh lemah dan tak mau berhenti hanya karena semua ini. Aku harus tegar meski sukar bagiku untuk berdiri. Aku tak boleh menangis hanya karena semua ini. Hidup masih panjang meski aku tak pernah tahu apa yang akan terjadi di depan nantinya. Tapi entahlah kawan....terkadang aku merasa pesimis dengan semuanya. Terkadang aku merasa semua usaha yang aku lakukan hanyalah sia-sia. Aku berjuang untuk siapa pun tak pernah ku tahu. Aku berjuang untuk diriku sendiri pun tak pernah ada yang peduli. Aku benar-benar sendirian saat ini. Tak ada teman untuk berbagi karena mereka pun tak kan pernah mengerti dengan keadaan ini. Mereka tak kan pernah mau menerima sejuta alasan mengapa aku menjadi seperti ini.

Kadang ingin aku berkata hidup ini terlalu kejam terhadapku. Entah kesalahan apa yang telah kuperbuat dulu sampai aku harus menanggung jalan hidup seperti ini. Tak ada insan yang menginginkan jalan berliku dan berbatu tajam dalam mengarungi kehidupannya. Tak ada insan yang menginginkan hal terburuk dalam arung samudera takdir yang sedang dihadapi. Hidup ini terlampau rumit bagiku. Hidup terlampau menyiksa batin ini.

Aku tak pernah diberikan kesempatan untuk bisa tertawa lepas dengan semua yang aku miliki. Aku tak pernah bisa menghirup segarnya udara dipagi hari meski kehidupan ini milikku. Sungguh sulit bagiku menghadapi semuany. Disatu sisi semua ini sangat bertentangan dengan hati dan nuraniku sebagai makhluk yang berakal dan beradab. Namun disisi lain, aku juga hanyalah manusia biasa yang harus rela terbelenggu dengan sejuta keinginan duniawi yang terus saja menggodaku.

Kawan...

Seandainya kau bisa merasakan semua yang kurasakan. Mungkinkah engkau mampu memberi ini kekuatan kedua bagiku untuk bisa kembali bangkit. Entah mengapa, setiap kali aku berusaha bangkit dari semua yang terjadi, maka saat itu pula aku selalu dihadapkan pada kenyataan pahit yang terus melemparkanku kembali ke jurang hitam itu. Aku terombang-ambing entah harus bagaimana. Aku lelah kawan...aku capek dan ingin duduk dengan santai untuk sementara. Menikmati sejuknya angin menerpa rambutku yang lusuh ini. Menghirup sejuknya udara yang datang dipagi hari. Merasakan betapa hangatnya cahaya mentari yang terbit dikala pagi. Menyaksikan cakrawala senja yang menghantarkan malam di sore hari. Tak berlebihan bukan, kawan...aku hanya menginginkan semua itu. Tapi mengapa begitu sulit bagiku untuk bisa merasakan dan menikmati semuanya?

Apakah memang takdir tak pernah berfihak pada orang sepertiku? Apakah memang sang sutradara selalu menginginkan aku menjalani peran seperti ini? Aku tak sanggup lagi kawan...sungguh berat sekali. Aku tak tahu entah sampai kapan aku akan bisa bertahan dengan semua keadaan ini.

Setiap saat aku harus terus dan terus didera oleh cambuk kehidupan yang begitu menyakitkan. Luka yang berbekas ini tak pernah bisa kering sama sekali. Darahnya selalu menetes menjalar di punggung ku yang sudah tak berbentuk. Entah masih bisa disebut punggung ataukah tidak aku tak peduli kawan...sebab hidup ini begitu sangat menyakitkan, begitu menderita dan tak pernah mau tahu dengan semua yang aku hadapi.

Semua impianku semakin kabur dan tak bermakna. Apa yang sedang ku tuju pun entah sekarang apa? Hanya berjalan diantara riuhnya suara-suara tak beraturan. Berjalan ditepi jurang yang tak pernah bisa ku ukur kedalamannya. Berlayar dengan perahu yang tak pernah membawa bekal untuk bertahan didalam perjalanan.

Inginku ku berteriak dan menjerit sekeras-kerasnya agar bisa melepas semua beban berat dipundak ini. Aku tak sanggup lagi kawan…aku tak bisa lagi berdiri dengan sebelah kaki yang masih tersisa ini. Aku tak sanggup kawan…

Rahasia Hati (4)

Kesekian kalinya aku terbentur oleh dinding keegoan manusia yang hanya ingin dimengerti tanpa pernah mau mencoba memahami yang lainnya. Keegosian yang membuatku semakin tak pernah mempedulikan diriku sendiri. Keadaan yang memaksaku harus menelan bara panas ini. Tak ada teman yang ikhlas dan rela dengan keadaanku saat ini. Aku harus menghadapi pertentangan yang sangat dari orang sekelilingku. Meski mereka berusaha menyembunyikannya, tapi akupun bukan orang bodoh yang bisa dibohongi dengan sikap mereka. Aku memang hina tapi aku masih punya akal dan naluri untuk menilai baik dan buruk.

Kawan…

Berat kehidupan yang harus aku jalani. Beban ini tak seberat kehidupan yang kalian hadapi saat ini. Ada hal yang sangat tidak jelas sedang menaungi kehidupanku saat ini. Beban yang tak pernah berkurang tapi justru malah bertambah.

Apakah mungkin memang aku tak pernah punya pilihan lain dalam menjalani semuanya? Apakah mungkin aku hanya bisa menjalani sisa hidupku ini dengan kenyataan pahit seperti ini? Aku sudah berusaha untuk kabur dari penjara kehidupanku yang kelam, tapi aku tak bisa. Rantai kehidupan yang panjang ini tak mampu menjangkau tepian laut yang begitu luas. Terali itu terlalu kuat untukku dobrak dengan paksa. Dinding penjara itu sungguh kokoh untuk ku hancurkan. Dingin dan sendirian…hanya itu yang selalu kurasakan saat ini. Tak ada teman untuk bercerita. Tak ada teman yang mau peduli dengan semua yang kuhadapi. Aku takut dan cemas. Aku bergetar dan hanya bisa merangkul lututku yang kesakitan. Pandanganku kosong dan tak beraturan. Tak ada kehidupan yang aku inginkan selain kehidupanku yang dulu. Sedihku tak ada yang tahu. Isak tangis batinku tak ada yang mendengarnya. Air mata ini pun tak pernah ada yang tahu kapan keluar dan kapan berhenti. Aku benar-benar sendirian. Tak ada yang menemani. Tak ada yang bisa membuatku tersenyum meski hanya sesaat.

Aku hanya bisa duduk sendiri disudut penjara yang dingin itu. Tak ada sinar mentari yang sudi menyentuh tubuh yang sudah usang ini. Tak ada sentuhan kehangatan pada jiwaku yang dingin ini. Aku menatap kosong kedepan. Entah apa yang kupandangipun aku tak pernah tahu. Aku sudah hina kawan…aku sudah menjadi orang yang jauh dari segalanya. Temanku sekarang hanyalah keputus asaan dan kebimbangan, temanku hanyalah rasa ragu dan ketidakpastian. Aku sedih dan ingin berteriak kencang, tapi percuma, tak akan pernah ada yang mau mendengar semuanya. Tak ada yang mau mendengar sedikit saja keluhan ini. Tak ada kawan…

Inginku menyerah pada kehidupanku sendiri. Ingin aku bersujud atas ketidakberdayaan ini berharap semuanya akan segera berlalu. Tapi aku tak mampu lagi bersujud. Aku tak mampu lagi memohon maaf dan meminta ampunan atas semua yang telah kulakukan. Kesalahan ini terlalu besar untuk dimaafkan. Dosa ini terlalu bertumpuk untuk diampuni. Aku makhluk yang tidak pernah tahu diri. Makhluk yang tidak pernah memahami akan makna penciptaan. Makhluk yang tidak pernah mencoba mengambil pelajaran atas apa yang akan dan telah terjadi. Dan inilah balasan yang aku terima.

Aku terpuruk dalam kegelapan malam yang panjang. Siang tak pernah berarti bagiku. Semuanya sama saja. Malam disini begitu panjang kawan…siang yang datang tak kunjung menengok diri ini yang rindu akan cahaya mentari kebaikan. Kenapa sampai siangpun jijik melihatku? Kenapa sampai mentaripun enggan menyentuh badanku. Ia jijik dan takut menyentuhku. Ia seolah sengaja menjauhkan cahanya dariku. Padahal aku membutuhkan mereka semua untuk bisa bangkit dari semua ini.

Rahasia Hati (3)

Dalam kehidupan akan selalu terjadi perputaran atas dua hal yang saling bertolak belakang. Akan ada yang dicintai dan dikhianati, akan ada yang disayangi dan dibenci, akan ada yang datang dan pergi selayaknya siang maka akan ada malam, begitu seterusnya. Dan aku faham akan semua itu. Segala sesuatu didunia ini hanyalah fana. Segala kesempurnaan hidup takkan pernah ada. Segala rancangan kehidupan takkan pernah berjalan sesuai dengan keinginan kita. Segala keindahan akan sirna bersama waktu yang terus berjalan. Tak akan pernah ada yang abadi. Keindahan juga adalah hal yang tidak mutlak, kecantikan dan ketampanan hanyalah hiasan kecil dari sejuta sifat manusia yang ada. Ada sejuta hal lain yang dimiliki manusia yang bisa lebih baik atau bahkan lebih buruk dari semua itu.

Meski terkadang sering aku berfikir dalam keheningan malam, apa sebenarnya hakikat kehidupan dan apa yang sebenarnya dicari manusia didunia ini. Hakikat kehidupan yang sungguh sukar untuk dicari. Setiap orang mempunyai hakikat kehidupan yang berbeda antara satu dan lainnya. Meski pada akhirnya akan berujung pada satu tujuan, yakni Allah sebagai pencipta dan penguasa yang telah memberikan kesempatan yang luas kepada manusia untuk melakukan apa yang dikehendakinya. Tapi terkadang kita seringkali berlebihan dalam menggunakan kebebasan yang diberikan oleh-Nya. Kita menjadi egois dengan menyalahartikan kesempatan itu untuk hal-hal yang malah tidak sepantasnya. Seperti halnya diri ini yang malah menjerumuskan diriku ke dalam perbuatan nista yang penuh dengan lumpur dan kotoran yang busuk. Seperti diri ini yang telah menjatuhkan hidupku sendiri ketengah samudera kehidupan yang hitam dan pekat, dan aku malah memilih perahu kehidupan yang luarnya indah namun tak berisi apa-apa. Sementara perahu yang kusam dan tak menarik aku tinggalkan serta tak pernah aku lirik sama sekali. Padahal didalamnya terdapat sejuta kebaikan dan isi yang tak terkira sebagai bekalku mengarungi kehidupan yang maha panjang.

Sekali lagi aku harus lengah dan meratapi penyesalan yang tak berkesudahan. Penyesalan yang tak pernah ada artinya. Aku ingin kembali tapi apakah mungkin perahu itu masih menungguku dipelabuhan sana. Aku tak yakin dengan keputusan ini. Seandainya ada pelabuhan singgah kedua yang lebih baik, yang bisa menghantarkanku ke jalan yang memberikan kebaikan, akan aku tinggalkan perahu yang penuh dengan kebohongan ini. Aku merindukannya.

Tapi laut ini begitu luas kawan…aku tak pernah tahu kapan bisa sampai ketepian sana. Ada sejuta manusia yang juga ikut terjebak ditengah samudera ini. Setiap saat ada saja orang baru yang terjebak oleh manisnya dan indahnya kehidupan semu. Ada yang berusaha lari dan mencoba mencari arah angin untuk bisa kembali, tapi mereka terhempas oleh yang lainnya. Ada yang tenang dan senang berada di tengah samudera ini, meski mereka tahu betul bahwa hidup ditengah samudera yang asing tidak lebih menyenangkan dibanding hidup ditengah hutan tak berpenghuni.

Sering aku merenung dan berkhayal ketika mata hendak menutup kelopaknya. Seandainya aku terbangun dipagi hari, aku berharap telah berada di tepian. Menjadi orang yang baru dengan masa depan yang baru. Sering aku berharap berada disamudera lainnya bersama orang-orang yang lebih baik. Tapi semuanya hanyalah angan yang berlebihan. Karena aku sadari bahwa kehidupan ini nyata dan telah aku jalani. Tidak mudah bagiku untuk mengakhiri kisah ini sebagaimana sinetron lepas yang bisa setiap saat selesai episodenya.

Aku terombang ambing ditengah ketidakpastian ini. Ombak kehidupan ini mulai memuakan. Aku semakin tidak bisa menahan diriku. Seandainya mungkin meminta mati tidaklah dilarang oleh-Nya, mungkin itulah jalan terbaik yang akan aku tempuh untuk bisa menebus semuanya. Seandainya kematian tidaklah menyakitnkan, akan aku lalui proses itu sendirian. Dan seandainya kematian adalah akhir dari sebuah perjalanan panjang ini, ingin sekali aku mendatanginya. Tapi aku tahu betul bahwa kesemuanya itu hanyalah sia-sia dan bukan akhir dari semuanya. Akan ada kehidupan yang jauh lebih pahit dan menyakitkan menungguku didepan sana jika aku harus mengambil tindakan bodoh untuk kedua kalinya. Tapi aku sudah tak sanggup kawan…semuanya benar-benar fatamorgana. Semua hanya bisa menertawakan kebodohanku. Semua hanya bisa tersenyum sinis menatap kehidupanku yang hina dan kotor. Tak ada yang bisa menerima diri ini dengan tulus. Tak satupun yang mampu mengerti mengapa ku begini. Tak ada seorangpun.

Rahasia Hati (2)

Kawan…

Jika saat ini kau bisa merasakan suasana hati ini, tapi aku yakin kau pun bisa merasakannya. Hujan diluar sana menghantarkan suara kedamaian yang telah lama aku cari. Irama airnya yang bersenandung lirih mengingatkanku akan kenangan masa kecil yang harus kutinggalkan demi sebuha hidup yang maha panjang. Angin dinginnya yang menusuk mengingatkanku akan kenangan kesendirianku dalam menapaki kehidupan ini. Aku termenung dan membayangkan kala itu. Kupandangi tembok bercat kuning itu seolah mencoba mengingat kembali masa-masa yang telah kulalui dengan segala rintangan dan halangan yang ada. Ah…seandainya aku mempunyai kuasa yang besar atas segala yang ada didunia ini, aku menginginkan yang terbaik dalam hidup ini. Tak perlu menjalani kehidupan hina seperti ini. Kehidupan yang tidak pernah bisa diterima oleh siapapun meski dengan dalih apapun, dan aku menyadari sepenuhnya atas semuanya.

Kadang aku berfikir picik atas apa yang kujalani saat ini. Aku berharap besar Allah akan mengampuniku atas semua yang kulakukan. Terkadang aku berfikir naif dengan menginginkan sejuta ampunan atas kesalahan terbesarku kepada-Nya. Dan tak jarang pula aku berkhayal bahwa semuanya hanyalah sebuah proses dimana akau harus menjalani kehidupan. Tapi setelah aku berfikir panjang, tidak ada proses kehidupan yang disengaja untuk membuat kita malah terjerumus dengan sendirinya. Aku telah menjerumuskan diriku sendiri ke dalam lembah kelam yang jauh dari permukaan bumi yang indah.

Di jurang ini aku malah menikmati kehidupan yang tidak seharusnya. Aku terlena dengan semua keindahan fatamorgana. Kebahagiaan semu dan keindahan maya yang sebenarnya bukanlah hal yang kuinginkan sejak pertama. Kenikmatan sesaat yang membuatku justru malah tak bisa melepaskan diri dari terkaman penghuni jurang yang lain. Aku sudah kehilanyan arah kemana harus melangkahkan kakiku lagi. Sementara kakiku pun sudah tak sanggup untuk melangkah. Aku terhimpit diantara gelapnya kehidupan yang hina dan tercela. Aku hanya bisa meratap dalam relung hati yang tak pernah orang tahu. Senyum ini seolah hanyalah hiasan buta yang dinilai orang indah, padahal hati ini begitu sakit menelan pil pahit kehidupan.

Sekali lagi tak kan ada yang pernah bisa tahu dan mengerti kenapa aku begini. Bahkan aku sendiripun tak pernah tahu kenapa aku harus terjebak dengan semua keadaan ini. Yang kutahu, ketika mulai kusadari semuanya telah terjadi. Aku telah terlanjur terjerumus tanpa bisa ku mengingat dari mana aku datang dan kemana kau harus menembus jalan keluar.

Kawan…

Seandainya kau tahu disini gelap sekali. Aku kedinginan dan tak bisa mencari hangatnya sinar mentari itu. Semuanya sudah terlambat meski mungkin masih ada sedikit harapan untukku. Aku ingin memperbaiki semuanya, namun hati ini ragu apakah aku sanggup melakukannya. Semuanya seolah hanyalah sebuah khayalan yang tak ada wujudnya. Keinginan yang kerap kali muncul harus dengan rela sirna karena ketidak berdayaanku. Aku tak bisa leluasa bernafas. Aku sesak kawan…dan kau tak pernah tahu akan penderitaanku disini. Yang kau tahu aku hanya tersenyum bahagia bersamamu. Meski sebenarnya jauh dilubuk hati ini aku sakit harus mengiris hatiku sendiri dengan kehidupan yang hina ini.

Aku harus bersembunyi disisi lain kehidupan kalian. Aku mencoba menipu kalian dengan kehidupan yang penuh dengan bayang-bayang kebohongan. Tapi demi Allah kawan…tak sedikitpun aku mencoba membohongi kalian atas apa yang sedang terjadi. Aku hanya ingin menjalani kehidupan ini selayaknya yang lain. Tidak ada beban kehidupan yang harus aku tanggung. Beban kehidupan yang lain dan tak pernah kalian bayangkan sebelumnya. Bersama kalian aku berusaha mencoba untuk bisa tegar berdiri meski aku harus merasakan kesakitan diantara sendi dan lutut kakiku. Aku berusaha tersenyum bersama kalian meski tak pernah tahu entah sampai kapan.

Naif memang ketika aku merenung akan semuanya. Aku membohongi kehidupan kalian atas keegoanku untuk bisa hidup selayaknya yang lain. Tapi aku tak pernah berfikiran buruk kawan. Aku hanya ingin menjadi seseorang yang bisa menjalani hidup ini dengan kalian. Menjalani sisa hidup ini bersama kawan-kawanku yang tak pernah membedakan akan ini dan itu. Tidak pernah menilai dari materi, fisik dan sebagainya.

Kawan…

Begitu banyak kisah hidup yang ingin kubagi dengan kalian. Begitu panjang sejarah kehidupan yang ingin ku ceritakan kepada kalian. Tapi aku tak bisa kawan…aku tak bisa. Lebih parahnya lagi aku harus rela kehilangan wanita yang kucintai dan kusayangi hanya karena keadaan seperti ini. Wanita yang telah memberikanku harapan untuk bisa bangkit kembali dari keterpurukanku. Wanita yang telah menjadi harapanku untuk bisa memberikanku semangat untuk bisa keluar dari semua yang sedang kuhadapi.

Aku harus rela dan ikhlas melepaskannya menuju sesuatu yang lebih baik. Aku harus rela melepaskan keegoanku demi orang yang kusayangi dan kucintai. Aku harus menerima kenyataan pahit atas kehidupanku untuk kesekian kalinya. Meski aku sempat kehilangan arah dan semakin tersungkur ke dalam lubang gelap itu. Karena aku menyadari bahwa kehidupannya bisa jauh lebih baik bersama orang lain dibandingkan dengan diri ini. Walau aku harus mendapat marah dan murka orang-orang disekelilingku atas apa yang aku lakukan. Tapi aku tak perduli kawan…sebab mereka tak pernah tahu alasan mengapa aku ikhlas melepaskan dirinya.

Biarlah aku menjadi buruk dimata kawanku yang lain, tapi aku tidak mengorbankan masa depan orang yang kucintai dan kusayangi. Mereka tak pernah akan mengerti apa yang sedang terjadi. Sebab akupun tak mau mereka tahu. Sedih memang, tapi inilah kehidupan. Aku sadar betul dengan konsekuensi semuanya.

Rahasia Hati (1)

Aku tak pernah tahu lagi apa yang sedang terjadi dengan diri ini. Semuanya berjalan begitu cepat. Sesuatu yang tadinya masih bisa aku lihat secara gamblang, kini menjadi tak terlihat sama sekali. Segala keburukan itu telah beralih menjadi sebuah kebaikan semu yang tak ada artinya. Keburukan itu kini yang telah menjadi pilihan utama semua insan demi memenuhi setiap keinginan busuknya, termasuk diri ini.

Mereka tak pernah lagi mengenal kata “berdosa” atas kesalahan yang dibuatnya. Kita bahkan seringkali mengaburkan pengertian baik dan buruk hanya untuk memudahkan jalan kita dalam mencapai sesuatu yang kita inginkan. Kenapa demikian? Semuanya hanya karena nafsu yang menguasai manusia begitu besar. Banyak kebohongan dan keburukan yang terjadi dimana-mana, pun begitu tidak sedikit pula kebaikan yang ada, namun yang kuherankan, mengapa kebaikan itu tidak mampu menutupi setumpuk kebusukan hati manusia?

Benarkah dunia ini sudah tidak menghargai kebaikan? Benarkah kebobrokan dan kebusukan hati manusia sudah mengalahkan segalanya. Kebaikan terkadang hanya ditafsirkan separuh-separuh demi sesuatu hal yang menurutnya saja yang benar. Tak peduli menurut orang lain salah ataukah benar.

Apa sebenarnya yang dicari oleh setiap insan yang ada didunia ini. Kedudukankah? Materikah? Insan yang mampu memberikan kasih sayang kah? Toh semuanya hanya bisa bertahan sementara. Kedudukan dan materi akan hilang dengan sendirinya. Begitu juga dengan apa yang kita sebut kasih sayang. Karena apa? Segala sesuatu terjadi karena adanya hukum sebab akibat, ada yang datang karena sebab, dan akan ada yang pergi karena akibat.

Mungkin sebuah kebaikan bukan lagi hal penting dalam kehidupan ini. Yang ada adalah nafsu keserakahan manusia dalam menjalani setiap langkah kehidupan. Kebusukan yang dibungkus dengan sejuta wewangian yang seolah menghadirkan semerbak wangi bunga setaman, tapi toh tetap, sejuta wangi taman itu tak kan mampu menipu diriku yang sudah tak mau mempercayai jalan kehidupan yang berpura-pura.

Bagiku busuk tetaplah busuk. Bagiku hina akan selalu hina, sebab dimataku semuanya tak jauh berbeda dengan sekeranjang sampah yang berserakan di jalan kehidupan manusia yang maya, selama manusia tetap memilih jalan kesesatan dalam menempuh kehidupannya.

Kawan…

Kuakui memang jalanku tak sempurna saat ini. Tapi aku masih punya hati untuk bisa menerima semua uluran tangan kebaikan yang murni sebuah kebaikan, bukan sebuah kepura-puraan yang dibungkus kebaikan padahal menyelipkan pisau tajam yang siap merobek hati dan perasaanku.

Keputus asaan yang membawaku bersikap dingin dengan apa yang sedang terjadi. Aku berusaha menyelami dasar sungai kehidupan yang sedang kujalani, tapi aku tak mampu bernafas panjang didalamnya. Dia begitu sesak meski memberikanku ketenangan dan kedamaian. Tapi semuanya hanya sesaat. Aku yang terkadang terpaksa harus kembali ke daratan untuk menghirup udara itu lagi.

Aku tak mampu menjalani kehidupan diatas dua alam sekaligus. Karena aku hanya manusia. Tapi akupun tidak mampu memilih kehidupan yang ingin aku jalani. Ada semacam perasaan bersalah dan berdosa yang selalu menaiki pundaku sehingga beban ini semakin bertambah berat. Berat sekali.

Hidup tak menentu dengan jalan fikiran yang telah kacau balau. Segala hal yang sedang kualami telah kabur dengan sendirinya. Pengertian yang dulu bertolak belakang secara tiba-tiba menjadi samar dan seolah sama. Aku tak mengerti dengan semuanya. Aku dibingungkan dengan semua kenyataan yang sungguh sulit untuk kuhadapi. Kenyataan yang tak kan pernah seorang pun didunia ini menginginkannya. Tak kan pernah ada, kecuali mungkin manusia yang sudah lupa akan siapa dirinya dihadapan sang pencipta.

Kawan…

Kadang aku berjalan dalam kesendirianku. Aku mencoba menapaki selangkah demi selangkah jalan kehidupanku meski kutahu semuanya hanya bayangan semu. Tak ada yang bisa membuatku bergeming dengan semuanya. Entah apa yang sedang aku cari saat ini. Aku bingung dan tak tahu harus bagaimana. Kebimbangan semakin menguasai jalan fikiranku saat ini. Keputusasaan, kebimbangan dan keraguan akan hidup ini, membuat aku selalu berfikir keras untuk mencari jawaban atas pertanyaan besar dalam hidup ini.

Tak ada yang mampu mengerti dengan semuanya. Karena mereka terlalu egois dengan dirinya sendiri. Kebaikan yang datang menyapaku, hanyalah sebuah hiasan kata-kata yang mereka sendiripun tidak pernah sebaik kata-kata itu. Mereka menebarkan kebaikan padahal dirinya sendiri jauh dari kebaikan itu sendiri. Semuanya hanyalah kebohongan dan kepura-puraan yang nyata.

Sering kali aku berjalan dibawah keremangan malam jalan hidupku mencoba menemukan sesuatu yang hilang dalam diriku. Sesuatu yang telah direbut secara paksa dari diriku saat itu. Aku berusaha menemukannya tapi entah dimana harus kucari. Jalan itu telah sirna. Arah itu semakin kabur setiap kali aku berusaha mendekatinya. Cahaya itu seolah menjadi sangat jauh untukku bisa menggapinya lagi. Aku takut dan bimbang. Apakah aku masih berkesempatan menemukan sesuatu yang hilang itu. Apakah aku masih bisa menemukan cahaya itu untuk kedua kalinya, setelah dengan keegoan dan nafsu keserakahanku, aku meninggalkannya entah dimana.

Kawan…

Ketika malam datang menjemput siang, sering kali aku menantikan bias kenangan kehidupanku yang dulu. Aku menatap kelamnya malam ditaburi sejuta cahaya bintang, berharap salah satu dari cahaya bintang itu adalah sesuatu yang kucari. Tak pernah habis aku berfikir dan merenungi sejuta penyesalan atas jalanku yang salah saat ini. Kebodohan dan kedunguanku membuat aku terdampar disebuah pulau kehidupan yang gersang dan penuh dengan pengkhiatan akan janji kehidupan. Tanah subur yang dahulu ditawarkan kepadaku, air terjun kehidupan yang dulu menyejukan serta suara indahnya kicau burung maya, indahnya warna kelopak bunga setaman yang dulu, kini tak seindah pertama kali aku mendatanginya. Mereka gersang dan kering. Tak ada lagi kesejukan dan kehangatan yang kurasakan.

Aku ingin pulang tapi tak pernah tahu harus berjalan kemana. Kakiku sudah terlampau letih emngitari setiap sudut pulau kehidupan yang penuh dengan kebusukan. Jiwaku sudah kering dengan semua kebaikan yang aku tebarkan, namun malah berbuah maja, pahitnya mencekik leherku yang semakin mengecil. Aku tak berdaya. Aku tak bisa lagi berbuat banyak. Diamku adalah penyesalan terdalam atas semua yang telah terjadi. Kehidupan yang dulu aku banggakan diatas puncak istana yang penuh dengan penjaga dan kenikmatan, harus rela kutukar dengan penderitaan yang berkepanjangan, hanya karena kebodohan dan kedunguanku dalam memilih jalan hidup.

Berfikir masih ada kesempatan kedua membuat mataku buta dengan segalanya. Menganggap segalanya mudah dan terkendali membuatku lengah akan ancaman yang menyerangku tiba-tiba. Musuh yang berpura-pura baik, menikamku dari belakang dengan pisau yang telah dilumuri racun dunia yang begitu pahit. Aku merintih dalam ketidakberdayaanku, menunggu saat itu tiba dengan sejuta penyesalan yang tak ada artinya.

Darah yang keluar bukanlah merah melainkan hitam dan kental. Ia tidak mengalir namun justru membeku dalam bekas sayatan pisau itu. Ia seolah menertawakanku atas kemenangannya menjemputku ke dalam perangkap iblisnya. Aku terdiam dalam kegusaran atas kebodohan ini. Aku menyesali semua yang kuhadapi diatas rintihan yang tak berguna ini.

Hatiku telah diracuni sejak pertama aku meninggalkan istanaku. Kini hatiku tidak bisa berbuat banyak menghadapi keadaan yang tak pernah kuharapkan. Aku begitu bodoh, begitu tolol dan dungu. Mengharap sejuta kenikmatan atas kebohongan dunia yang ditawarkan. Padahal aku tahu dan menyadari semuanya.

Kawan…

Kepada angin aku sering menitipkan salam kerinduan akan kehidupanku yang dahulu. Berharap dia mendengarkannya dan mau menjemputku kembali keharibaannya. Aku sudah tak tahan dengan semuanya. Aku berharap semuanya akan segera berakhir, meski mungkin kematian adalah hal terbaik. Aku malu dengan semua kehidupan yang telah aku tinggalkan. Yang tak pernah aku hiraukan sama sekali, padahal dia memberikanku kehidupan layaknya diistana. Segala kebaikan dan keindahan ditawarkan kepadaku, tapi sekarang…aku hanya bersembunyi dibawah gubug tua dan reyot.

Kawan…

Tak ada yang ikhlas didunia ini dalam memberi dan menerima. Itulah yang aku lihat beberapa tahun terakhir. Kebaikan yang bercampur dengan maksud tertentu seringkali terlontarkan dalam setiap gerak kehidupan manusia, entah itu tersembunyi ataupun terang-terangan. Hidup seolah tidak ada artinya sama sekali. Keserakahan semakin merajai setiap sudut kehidupan yang ada. Sangat sulit mencari kebaikan yang hakiki, pun ada, tak banyak bisa kita jumpai. Satu dari semilyar manusia yang ada. Entah pertanda apakah gerangan. Kebencian, kemunafikan dan semua kebusukan manusia satu-persatu bermunculan mencuat ke permukaan. Ia menghantarkan semerbak bau busuk yang menyengat. Tapi entah kenapa, seolah manusia senang mencium wanginya. Aku tak mengerti. Aku kadang tak pernah habis fikir dengan semuanya.